Oleh : Sulikanti Agusni
Abstrak
Koperasi wanita atau koperasi yang dikelola dan beranggotakan
perempuan,
bukanlah organisasi yang asing bagi masyarakat Indonesia. Sebagai
koperasi,
lembaga ini sangat berpeluang dan berperan untuk memberikan
kredit mikro kepada anggotanya. Namun kepercayaan bank terhadap koperasi secara
umum menjadi penghalang bagi koperasi wanita untuk berperan. Andaikan perbankan
menyadari kemampuan dan peran koperasi wanita dan keikutsertaannya dalam upaya penanggulangan
kemiskinan, niscaya koperasi tersebut akan lebih berperan dalam penyaluran
kredit mikro bagi usaha perempuan. Sinergi perbankan, koperasi wanita dan
perempuan pengusaha dipercaya akan mempercepat penurunan jumlah keluarga miskin
di wilayahnya dan selanjutnya akan berdampak positif bagi lingkungan yang lebih
luas.
I. Pendahuluan
Pada Infokop nomor terdahulu telah dijabarkan pentingnya
‘kesadaran’ (conciencious) dan peran para anggota koperasi wanita untuk kebaikan dan
kemajuan, tidak hanya bagi kaum perempuan saja tetapi bagi
pembangunan
Indonesia secara menyeluruh. Juga telah diuraikan adanya peluang
koperasi
wanita sebagai penyalur kredit mikro. Koperasi wanita di sini
adalah sebutan
bagi koperasi yang dikelola dan beranggotakan perempuan. Pada
tulisan kali ini
fokus pembahasan lebih kepada koperasi wanita itu sendiri sebagai
suatu lembaga koperasi yang dapat berperan aktif sebagai motor ketahanan
ekonomi
di wilayahnya.
Koperasi wanita telah dikenal hampir 100 tahun sejak kebangkitan bangsa
Indonesia tahun 1908. Dalam buku Pergerakan Koperasi Indonesia, Bung Hatta
(1957) telah menuliskan adanya koperasi yang dikelola oleh perempuan, walaupun
jumlahnya masih sedikit. Koperasi tertua yang dikenal dan diakui sebagai cikal
bakal koperasi wanita dipelopori oleh Ibu Hajjah Sofjan, pengrajin batik dari
Persatuan Perusahaan Batik Bumiputera, Surakarta, di tahun 1930an. Mereka
berkoperasi untuk mengatasi kesulitan mendapatkan bahan baku untuk membuat
batik. Pergerakan perempuan ditunjukkan juga oleh ibu-ibu Pasundan Isteri
(PASI) di Jawa Barat dengan mendirikan koperasi simpan pinjam di tahun 1933
untuk meringankan beban dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga.
Sekarang koperasi wanita banyak yang telah berhasil dan terus menunjukkan
prestasinya sebagai lembaga yang mampu memberikan layanan kepada anggotanya
dengan baik. Contohnya yang sudah dikenal seluruh Indonesia, Koperasi Setia
Bhakti Wanita yang menggunakan sistem tanggung renteng untuk melayani
anggotanya yang berjumlah 358 kelompok dengan aset mencapai Rp. 7 milyar, dan
tunggakannya 0%. Hal ini sejalan dengan hasil kajian dan observasi sebuah
lembaga swadaya masyarakat menyatakan bahwa
tingkat pengembalian pinjaman anggota koperasi perempuan mencapai
hampir
100%. Bahkan lembaga pembiayaan seperti Perusahaan Umum Pegadaian beberapa
waktu yang lalu juga memberikan keterangan yang sama bahwa kredit yang
diberikan kepada perempuan pengusaha di Tanah Abang yang jumlahnya sudah lebih
dari 1000 orang, juga menunjukkan tingkat pengembalian hampir 100%. Untuk
keberhasilan koperasi wanita maupun sikap positif perempuan
pengusaha tersebut di atas, tidak terlepas dari peranserta para
anggota dan peran
aktif pengurusnya yang selalu memperhatikan dan memahami situasi, memberikan
informasi dan mendorong anggotanya untuk menjalankan usahanya dengan baik. Bung
Hatta (1987) sejak lama menyadari pentingnya
peran koperasi sebagai wujud dari kerjasama dan kebersamaan untuk membantu
si ‘kecil’ (wong cilik). Prof. Mubyarto juga selalu menekankan pentingnya
sistem ekonomi kekeluargaan. Bahkan penerima Nobel Perdamaian 2006 Prof.
Muhammad Yunus dari Bangladesh juga telah memberikan contoh nyata melalui
Grameen Bank serta kredit mikro kepada perempuan miskin dengan sistem ekonomi
kerakyatan yang lepas dari sistem ekonomi liberal. Dalam jati diri koperasi
sendiri dikenal adanya nilai-nilai swadaya, tanggung jawab, demokrasi,
kebersamaan, dan kesetiakawanan. Jika ingin bersikap jujur, koperasi pertama di
Rochdale sendiri tidak memasukkan unsur ekonomi liberal
ke dalam aktivitas koperasi yang didirikannya. Pertanyaannya
adalah di satu sisi mampukah koperasi wanita menjalankan peran dan jati diri
koperasi secara konsekuen dengan berpegang pada kerjasama dan kebersamaan? Di
sisi lain, mampukah koperasi wanita bekerjasama dengan perbankan melakukan
kegiatan simpan pinjam dengan tetap memegang prinsip-prinsip kebersamaan?
Apakah tindakan penambahan modal dari luar oleh koperasi sejalan dengan
prinsip-prinsip koperasi? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, perlu
dilihat terlebih dahulu kemampuan perempuan, perempuan pengusaha dan posisi
koperasi wanita itu sendiri.
II Potensi Perempuan dan Perempuan Pengusaha
Untuk masa sekarang ini sudah diketahui bersama bahwa perempuan sebagai
separuh penduduk Indonesia memiliki potensi yang harus dimanfaatkan untuk
kemajuan bangsa. Sudah bukan hal yang aneh, perempuan Indonesia seratus tahun
yang lalu ikut berjuang melawan penjajah dan ikut mendorong kemajuan bangsa
melalui perannya sebagai ibu dan pendidik anaknya. Pada masa kemerdekaan
seperti sekarang ini, perempuan telah banyak bergerak hampir di semua bidang.
Namun potensi yang dimiliki perempuan sering terabaikan karena faktor budaya
dan struktur yang terbentuk di lingkungan masyarakat.
Dalam masyarakat tradisional, perempuan biasanya telah
memanfaatkan sumber daya sekitar dan menggunakan kearifan lokal untuk bertahan
dan melanjutkan kehidupannya. Dalam dunia modern, peran-peran tradisional tersebut
tetap menjadi satu kekuatan tersendiri dalam menyikapi perubahan-perubahan yang
cepat terjadi. Industri-industri kerajinan rumah, tenun, batik, jamu, makanan
khas daerah, hingga perdagangan umum dan industri jasa telah menjadi satu
kekuatan tersendiri bagi kaum perempuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah
tangga dan untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga. Perempuan terjun menjadi
pengusaha dan di berbagai belahan dunia, perempuan pengusaha umumnya menjadi
pengusaha yang berhasil. Fischer (1993) menilai keberhasilan ini karena
perempuan ternyata lebih berhati-hati dan waspada dalam menjalankan bisnisnya
dan sama efektifnya seperti laki-laki. Perempuan pengusaha cenderung lebih
sadar akan resiko atas pertumbuhan yang cepat dan lebih memilih perkembangan
usaha yang perlahan tapi berlanjut.Kecenderungan ini dinilai para peneliti
(Cliff, 1998; Watson dan Robinson,2002) bahwa perempuan pengusaha cenderung
untuk membatasi usahanya dan mengurangi pertengkaran atau ketidaksepahaman di
tempat kerja. Penelitian yang dilakukan ADB (2001) di dua kota besar di
Indonesia menyimpulkan bahwa perempuan-perempuan pengusaha merupakan manajer
yang baik dan sangat berhati-hati dalam mengembangkan bisnisnya. Survey yang
dilakukan ADB (2002) setahun kemudian terhadap usaha kecil dan menengah menunjukkan
ternyata pertumbuhan usaha yang dikelola perempuan lebih maju dari pada usaha
yang dikelola laki-laki. Keberhasilan dan pertumbuhan bisnis yang dikelola oleh
perempuan tidak berbeda dengan yang dikelola laki-laki. (Hamilton, 2002).
Bisnis yang dikelola perempuan memang cenderung lebih kecil, tapi bukan berarti
dikelola dengan menejemen asalan, karena seperti diuraikan di atas perempuan pengusaha
cenderung menjaga bisnisnya tidak tumbuh besar. Hamilton juga menemukan
perempuan pengusaha akan berhadapan dengan berbagai permasalahan termasuk untuk
mendapatkan kredit dan pengembangan usaha.
Untuk alasan-alasan tertentu, perempuan pengusaha tidak memfokus
untuk
pengembangan usahanya, tetapi lebih pada penataan administrasi
untuk kepuasannya dalam melakukan usaha. Lebih lanjut, keputusan yang diambil
oleh perempuan pengusaha untuk membatasi pertumbuhan usahanya
harus dilihat sebagai pandangan yang lebih luas daripada hanya melihat pada
masalah
pembiayaan, ekonomi atau pertumbuhan semata. Perempuan memiliki
karakter
yang lebih termotivasi oleh tujuan-tujuan yang tidak ekonomi
dibandingkan
laki-laki, oleh sebab itu mereka kurang agresif dan tidak terlalu
melihat pada
strategi pertumbuhan usaha (Chaganti, 1986).
Perempuan pengusaha juga cenderung untuk melakukan bisnis dan urusan
rumah tangga bersama-sama. Mungkin ini merupakan hal yang logis sebagai
konsekuensi sebagai seorang ibu tentu menghendaki adanya keseimbangan antara
pekerjaan di rumah dan di perusahaan. Apalagi dalam budaya patriarkhi, tentu
peran perempuan masih sering dibedakan dan dipisahkan. Potensi tersebut di atas
menyangkut perempuan sebagai individu dan pengusaha. Dari sisi koperasi,
koperasi wanita juga mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan
koperasi-koperasi lainnya. Itu sebabnya sebutan koperasi wanita, yang dianggap
sudah terlanjur diberikan dan melekat pada koperasi yang dikelola oleh
perempuan, seolah-olah memiliki karakter dan sifat tersendiri. Sebenarnya
koperasi wanita sama saja dengan koperasi-koperasi lainnya, hanya karena
keistimewaannya yang dikelola dan beranggotakan para
perempuan, maka terkesan koperasi wanita menjadi lain.
Koperasi wanita cenderung untuk mentaati peraturan dan
melaksanakan jati diri koperasi, berarti koperasi ini mengenal adanya
nilai-nilai swadaya, tanggung jawab, demokrasi, kebersamaan, dan
kesetiakawanan. Contoh saja, dalam koperasi wanita, perempuan dapat melakukan
pengaturan dan pengelolaan dana semaksimal mungkin bagi kepentingan anggotanya.
Koperasi wanita pada umumnya sangat berpengalaman dalam aktivitas simpan pinjam
yang sudah menjadi dasar dari pembentukan koperasi sendiri di kalangan
perempuan. Dari sejumlah pendataan yang dilakukan beberapa lembaga diketahui
bahwa koperasi wanita umumnya berawal dari kelompok arisan dan kegiatan simpan
pinjam diantara anggota arisan.
III Kerjasama Koperasi Wanita dengan Perbankan sebagai Penyalur
Kredit Mikro
Melihat kekuatan yang ada pada perempuan pengusaha dan koperasi wanita
seperti yang telah diungkapkan di atas, sebenarnya peluang koperasi wanita
untuk menjadi mitra bank dalam penyalur kredit mikro bagi usaha perempuan
sangatlah besar. Permasalahannya seberapa besar kepercayaan pihak
perbankan untuk menyalurkan dananya kepada koperasi-koperasi wanita, atau
kepada induk koperasi wanita?
Peluang bagi koperasi wanita untuk menjadi penyalur kredit mikro dapat
dilihat dari kekuatan yang dimiliki antara lain yaitu,
(a) bentuk kelembagaan
koperasi wanita yang tidak disebut sebagai koperasi simpanpinjam, walaupun
sebenarnya koperasi ini bergerak di bidang pendanaan;
(b)pengalaman perempuan
dalam berarisan menjadi dasar kemampuan koperasi
wanita untuk mengembangkan usaha simpan pinjam menjadi lebih
efektif;
(c)tingkat
kehati-hatian kaum perempuan dalam mengelola uang (yang bukan
miliknya) merupakan faktor penting dalam pelaksanaan.
Sebutan koperasi wanita sebenarnya sudah memberikan peluang,
karena walaupun sebutan koperasi tetap disandang, tetapi tidak terdapat
konotasi negatif dari bentuk kelembagaannya. Hal ini mendukung dan membuka kesempatan
koperasi wanita untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak pemberi dana, dalam
hal ini pihak perbankan. Yang menjadi permasalahan, seperti yang telah penulis
sampaikan pada Infokop edisi terdahulu, adalah perbankan masih amat sangat netral gender. Perbankan mau berhubungan
dengan korporasi, dengan lembaga, tidak dengan manusianya,
laki-laki dan perempuan. Namun akhir-akhir ini, dengan berubahnya paradigma di
kalangan
masyarakat internasional, perbankan mulai mengubah cara pandangnya
dan
mulai mempertimbangkan para nasabah sebagai pelaku dalam suatu
korporasi.
Dengan demikian perbankan juga mulai melirik dan menilai untung
rugi menggunakan koperasi wanita sebagai lembaga penyalur kredit mikro bagi
para
pengusaha mikro. Selain itu telah banyak contoh koperasi wanita
dan perempuan pengusaha yang sangat berhati-hati dalam mengelola dana pinjaman
serta memberikan nilai positif atas kemampuan mengembalikan
pinjamannya.
Yang menjadi perhatian untuk mendapatkan kepercayaan perbankan adalah
kemampuan koperasi wanita dalam meyakinkan lembaga keuangan tersebut. Koperasi
wanita harus memperhatikan dua sisi yang tak dapat dipisahkan, yaitu koperasi
sebagai lembaga atau institusi, dan anggotanya yang diharapkan terdiri dari
para perempuan pengusaha. Koperasi wanita sebagai lembaga, tentu sudah menjadi
kewajiban para pengurusnya untuk mencatat semua transaksi yang terjadi dengan
para anggotanya di koperasi. Pembukuan yang rapih dan teratur merupakan
kekuatan utama untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak perbankan. Dari sisi anggotanya,
terutama kepada para perempuan pengusaha,
pengurus koperasi perlu memberikan perhatian yang istimewa,
mengingat tentu
ada perbedaan kapasitas dan kemampuan perempuan pengusaha.
Pendataan dan
pencatatan usaha para anggota perlu dilakukan secara teratur dan
berkala untuk
melihat kemajuan dan kemampuan anggota tersebut dalam menggunaan
uang
yang dipinjamnya maupun produktivitasnya. Untuk pengusaha mikro
yang
belum memerlukan pendanaan dalam jumlah yang besar, maka perlu
kebijakan
dan perhatian khusus, biasanya perlu juga untuk mencarikan solusi
agar kebutuhan kelompok ini terpenuhi.
Fungsi pengurus koperasi tidak hanya sebagai pimpinan yang
mengatur strategi jalannya perkoperasian tetapi juga sebagai bagian dari
pemberdayaanperempuan. Strategi yang penting untuk persiapan penyaluran kredit
adalah dengan menggunakan sistem kelompok. Hal ini dinilai lebih efisien dan
efektif karena dengan kelompok akan terbangun kerjasama yang erat berdasarkan prinsip
kemitraan yang dilandasi oleh semangat kekeluargaan, kebersamaan, dan saling
percaya diantara masing-masing anggota kelompok usaha. Muhammad Yunus sudah
membuktikan bahwa sistem kelompok sangat baik di Bangladesh. Di Indonesia juga
sistem tanggung renteng dalam kelompok telah dilakukan di Jawa Timur. Yayasan
Dharma Bhakti Parasahabat, Yayasan Ganesha, Yayasan Mandiri Peduli Dhuafa,
Yayasan Mitra Usaha juga telah mempraktekkan sistem kelompok ala Grameen Bank
dan hasilnya pun baik. Bahkan Perusahaan Umum Pegadaian juga telah melakukan
pelayanan kredit kepada kelompok perempuan dan memberikan hasil yang memuaskan.
Koperasi wanita juga dapat memanfaatkan pendanaan yang diambil
dari perbankan untuk dijadikan modal dana bergulir. Tentu hal ini perlu
dilakukan
kesepakatan bersama anggota. Hal ini dapat dilakukan jika terjadi
kerjasama
yang baik antara anggota. Manfaat dana bergulir akan dirasakan
bersama seperti yang telah terjadi di berbagai daerah, dimana dana bergulir
telah mempercepat laju pertumbuhan ekonomi desa setempat. Misalnya Desa Rarang,
Kabupaten Lombok Timur dengan koperasinya yang pernah mendapatkan modal dana
bergulir telah berhasil memupuk modal sendiri menjadi dua kali lipat dalam
kurun 5 tahun. Contoh lainnya untuk Kelurahan Pendem, Negara, Kabupaten
Jembrana telah mengucurkan dana bergulir yang mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya (Seputar Indonesia, 24 Desember 2007). Cara ini lebih menjamin
pelaksanaan kegiatan secara berkelanjutan untuk pemupukan modal wilayah,
sekaligus lebih mencerminkan prinsip keadilan bagi kelompok perempuan miskin
lain yang belum menerima dana bergulir. Sebagai konsekuensi dari dianutnya
sistem dana bergulir, maka koperasi wanita perlu unit khusus pengelola proses
perguliran dana tersebut guna dapat menjamin kesinambungan dan
pertanggungjawaban pengelolaan dana bergulir. Sesuai dengan lingkup kelompok
sasaran dan besaran dana yang dikelola, maka unit khusus pengelola tersebut
harus dibentuk dan disesuaikan dengan budaya dan kebutuhan dari masyarakat
lokal, sehingga keberadaannya akan lebih tertanam dan dihargai dalam sistem
kemasyarakatan yang ada. Sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa dalam
kerjasama dengan perbankan, koperasi wanita akan mendapatkan bimbingan ataupun pendampingan
dari bank bersangkutan agar uang yang dipinjamkan kepada koperasi dapat
dikembalikan secara tepat waktu. Koperasi wanita harus ikut berperan aktif
untuk memperoleh informasi dan bimbingan dari pihak bank.
Proses pemberdayaan tidak hanya peningkatan pengetahuan dan
keterampilan
semata, tetapi harus secara nyata dituangkan dalam wujud pelaksanaan
aktivitas
ekonomi yang bersifat produktif. Kegiatan ekonomi ini dapat berupa
pengembangan lapangan usaha yang memang telah dilaksanakan kelompok sebelumnya
(sepanjang masih layak secara ekonomis) maupun pengembangan
lapangan usaha baru. Kegiatan ekonomi yang dikembangkan hendaknya didukung
oleh potensi ketersediaan bahan baku dan bahan pendukung di wilayah tersebut,
merupakan produk unggulan di daerahnya (bersifat komparatif maupun kompetitif),
serta dibutuhkan dan memiliki pasar yang nyata (demand and market driven) agar berkesinambungan. Untuk memperlancar hubungan koperasi
wanita dan perbankan, pihak koperasi wanita harus terbuka terhadap permasalahan
yang sedang dihadapi. Pinjaman yang diberikan kepada kelompok sasaran harus
memperhatikan pula keterlibatan peran keluarga dan atau suami dari pihak
perempuan yang menjadi kelompok sasaran. Pihak keluarga dan suami tersebut
diharapkan dapat memberikan dukungan kepada isteri/anggota keluarganya yang
menjadi kelompok sasaran, baik dalam wujud pemberian motivasi dan kesempatan untuk
melakukan usaha yang menghasilkan secara ekonomi, dimana hal ini mungkin
merupakan sesuatu yang relatif baru atau bahkan tabu di kalangan kehidupan
komunitas tertentu. Pihak keluarga juga perlu mendapat pemahaman dalam beberapa
aspek penting, seperti dana bantuan modal kerja yang diterima. Walaupun
pinjaman yang diberikan pihak bank tidak terkait langsung dengan anggota
koperasi, dalam kaitan pendampingan oleh pihak mitra bank tentu akan berhubungan
dengan perempuan pengusaha. Koperasi wanita juga harus memahami pola
perkreditan bank agar hubungan dengan bank dapat berjalan dengan baik. Koperasi
harus memahami posisinya sebagai perantara bank dengan anggota (di sini
dimaksud perempuan pengusaha). Koperasi perlu mengetahui istilah-istilah yang
digunakan perbankan, seperti kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit yang
diragukan, kredit macet, kredit tanpa angsuran, tunggakan angsuran pokok dan
sebagainya, agar koperasi dapat mengambil langkah-langkah awal agar tidak
terjadi kredit yang diragukan ataupun kredit macet.
Hubungan koperasi wanita dengan para anggotanya, khususnya perempuan
pengusaha harus senantiasa dijaga baik. Permasalahan yang dihadapi oleh
perempuan pengusaha merupakan permasalahan bagi koperasi sendiri. Apabila perempuan
pengusaha mengalami kesulitan dalam produksi
atau pun pemasaran, maka akan berdampak pada koperasi.
Pengembalian yang
tersendat akibat permasalahan tadi akan berdampak kepada hubungan
koperasi
dengan perbankan. Oleh sebab itu koperasi wanita tidak dapat
meninggalkan
anggotanya, terutama perempuan pengusaha.
Agar anggota koperasi wanita dapat melakukan kewajibannya, maka Koperasi
wanita juga perlu memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan oleh
anggota. Dalam jatidiri koperasi ada nilai-nilai swadaya, tanggung jawab,
demokrasi, kebersamaan, dan kesetiakawanan. Oleh sebab itu pengurus harus
memberikan pemahaman kepada anggotanya tentang perkreditan, mulai dari prosedur
meminjam hingga pengamanan kredit itu sendiri. Setiap anggota yang meminjam
harus menyadari kewajiban mereka untuk menjaga agar cicilan dapat dilakukan
tepat waktu. Anggota juga harus belajar mengukur kemampuan diri untuk membayar
tepat waktu. Di sinilah perbedaan koperasi dengan bank, koperasi dapat
menjembatani pelunasan pinjaman melalui mekanisme tanggung jawab, kebersamaan
dan kesetiakawanan sesuatu yang tidak dimiliki perbankan.
IV Perbankan, Koperasi Wanita dan Pengusaha Perempuan: Tiga Rangkai
Sinergi Menuju Kesuksesan dan Kemajuan
Seperti dijelaskan di atas, maka koperasi wanita dapat menjadi
mitra kerja perbankan dalam menyalurkan kreditnya. Koperasi wanita sendiri membuka
peluang yang besar bagi perempuan pengusaha yang menjadi anggota koperasi untuk
dapat memanfaatkan pinjaman yang disalurkan perbankan melalui koperasi. Dengan
kesadaran diri (conscientious) para anggota koperasi yang juga pengusaha, maka pengembalian
kredit akan betulbetul diperhitungkan dan dikendalikan bersama-sama oleh
kelompok. Alhasil, tidak akan terjadi tunggakan dan pengembalian ke bank pun
dapat lancar. Perbankan sebagaimana fungsinya menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak dalam bentuk pelayanan kredit dan jasa-jasa keuangan
lainnya. Bank juga memiliki community
social responsibility
(CSR) yang menuntut agar bank juga memberikan
binaan kepada masyarakat, tentunya lebih banyak yang berkaitan dengan
pembangunan ekonomi setempat. Dalam hubungan kerjasama dengan koperasi wanita,
maka bank dapat sekaligus melakukan CSR kepada kelompok anggota koperasi penerima
kredit berupa binaan dalam upaya peningkatan produksi, kualitas, pemasaran dan
manajemen usaha.
Koperasi wanita sebagai lembaga yang berbadan hukum dapat memobilisasi
dana anggotanya dan dana pinjaman sesuai dengan Undangundang Perbankan.
Pinjaman yang diperoleh dari perbankan dapat dikelola oleh koperasi sebagaimana
disebutkan di atas dengan strategi kelompok. Mengacu kepada pengalaman berbagai
daerah, maka sistem kelompok dan tanggung renteng dapat menjadi andalan
keberhasilan. Bahkan untuk koperasi wanita yang telah cukup mengakar pada
masyarakat, pinjaman sistem kelompok dapat diberikan juga kepada masyarakat
miskin, seperti yang telah dilakukan oleh Koperasi Mitra Usaha Mandiri (Warta
Koperasi, 2007).
Anggota Koperasi wanita yang tentunya diharapkan merupakan kelompok
ekonomi produktif akan memperoleh pinjaman melalui koperasi dengan ketentuan
yang disepakati bersama. Kesadaran anggota terhadap kewajiban mengembalikan
pinjaman menjadi kunci utama keberhasilan sistem kelompok dengan tanggung
renteng. Kemitraan dengan bank dapat membantu percepatan kemajuan dan
pertumbuhan usaha perempuan.
Adanya kerjasama dan sinergi antara ketiga unsur, bank, koperasi
dan pengusaha memberikan kesempatan semua pihak untuk berperan aktif dalam
menyelenggarakan tugas dan kewajibannya. Seharusnya hubungan ini
berlaku
timbal balik, dimana pengusaha menyimpan uangnya ke koperasi,
kemudian
koperasi menaruh uangnya ke bank dan bank memberikan pinjaman
kembali ke
koperasi dan seterusnya hingga kembali kepada pengusaha/anggota
koperasi.
Permasalahannya kebiasaan menyimpan di koperasi dan atau di bank
belumlah
menjadi kebiasaan yang membudaya bagi masyarakat Indonesia. Hal
ini sangat
berbeda dengan kondisi perbankan di Jepang yang terbentuk untuk
membantu
koperasinya. Koperasi di Jepang menjadi demikian maju karena
adanya jaringan kerja antara anggota koperasi, koperasi dan bank.
Prof. DR. Wagiono Ismangil (Warta Koperasi, 2007) mengemukakan bahwa
bersinergi antara koperasi dengan korporat seperti perbankan harus pandai-pandai
karena kultur yang berbeda. Kemampuan sumber daya manusia dan manajemen
koperasi menjadi kunci keberhasil sinergi ini. Oleh sebab itu koperasi wanita
harus selalu mengaktualisasikan diri agar dapat mengetahui
dan memahami kondisi di luar koperasi. Penanganan unit simpan
pinjam harus
ditangani secara profesional, sehingga sinergi yang diinginkan
untuk keberhasilan semua pihak, anggota, koperasi sendiri dan bank dapat
dicapai.
Dapat dibayangkan, jika ada 200 unit koperasi wanita dengan
anggota 50 kelompok yang terdiri dari 10 orang usaha perempuan dengan pinjaman sebesar
Rp 1 – 5 juta per kelompok, maka dapat disalurkan dana sebesar 100 – 500 milyar
rupiah. Dana ini akan tersebar kepada usaha perempuan dan akan digulirkan
kembali kepada kelompok lain dalam kurun waktu tertentu. Seperti
diketahui bahwa perempuan pengusaha umumnya melunasi pinjamannya,
maka
dalam 5 tahun dapat dipastikan pertumbuhan ekonomi keluarga
perempuan
pengusaha akan meningkat pesat. Hal ini dapat dilihat contoh nyata
yang diperoleh dari dana bergulir di Kabupaten Jembrana (Seputar Indonesia, 24
Desember 2007). Jika mengacu kepada pengalaman desa Rarang, maka
dalam kurun waktu 5 (lima) tahun dana tersebut akan berkembang menjadi 2 kali
lipat, menjadi 200 milyar – satu triliun rupiah. Maka betapa besar manfaat yang
diperoleh baik oleh para perempuan pengusaha, koperasi wanita dan pihak bank
itu sendiri. Padahal diyakini jumlah koperasi wanita tentu lebih
dari 200 buah, sayang data koperasi wanita seluruh Indonesia belum dimiliki.
Perempuan pengusaha mendapatkan modal usaha sesuai dengan kemampuannya,
koperasi
wanita menjalankan fungsi jatidiri koperasi, memberikan pelayanan
bagi anggotanya, bank mendapatkan manfaat dan keuntungan karena tidak harus
mengurus nasabah dengan pinjaman kecil-kecil, yang dinilai kurang
efisien. Sinergi antar tiga unsur ini dapat mendorong kesuksesan semua pihak.
V. Peran Pemerintah
Pemerintah semakin menyadari akan peran usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) dalam ketahanan perekonomian nasional. Kementerian Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Departemen Perdagangan, Departemen
Perindustrian dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah berupaya untuk
meningkatkan kapasitas dan layanan kepada UMKM ini. Lembaga-lembaga peneliti
dan lembaga swadaya masyarakat telah banyak melakukan kajian dan pendampingan
langsung kepada koperasi wanita. Namun sayang potensi koperasi wanita belum
menjadi perhatian dan fokus semua pihak. Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan melalui Forum Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (Forum
PPEP) dan Forum Peduli Perempuan Pengusaha Mikro Indonesia (FP3MI) melakukan
koordinasi
dan penggalangan opini tentang kemampuan perempuan pengusaha.
Instansi
dan lembaga terkait juga mulai melirik akan kemampuan perempuan,
baik dalam kiprahnya sebagai pengusaha maupun pengelola organisasi seperti koperasi.
Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah mendorong koperasi
wanita untuk lebih agresif bergerak dalam penyaluran dana bergulir
melalui Program Pembiayaan Wanita Usaha Mandiri (P2WUM), program Perempuan
Keluarga Sehat dan Sejahtera (PERKASSA). Departemen Perdagangan
dan Departemen Perindustrian memiliki kegiatan pemberdayaan perempuan melalui
pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan
kelompok perempuan dalam aspek perdagangan dan industri. Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi juga memberikan perhatian kepada kelompok
perempuan yang dilatih untuk berproduksi dan menjalankan aktivitas
simpan
pinjam untuk selanjutnya dihubungkan dengan program-program yang
ada dari
Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Kerjasama dan koordinasi
sudah mulai terjalin.
Koordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti perbankan,
Perguruan Tinggi, dunia usaha juga perlu digalang untuk mengefektifkan
pemberdayaan perempuan. Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah menyalurkan
danadana programnya melalui Bank Pembangunan Daerah setempat, Bank Muamalat
Indonesia dan Bank Syariah Mandiri. Dengan demikian, koperasi
wanita senantiasa akan berhubungan terus dengan pihak bank-bank
terkait.
VI Penutup
Koperasi wanita sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia dan memiliki
potensi dalam menjalankan jatidiri koperasi secara konsekuen. Kemampuan
koperasi wanita dan kemampuan anggotanya, terutama perempuan pengusaha dalam
menjalankan kewajibannya sebagai peminjam dana dari perbankan seharusnya tidak
perlu diragukan lagi. Dalam upaya penanggulangan kemiskinan, perbankan dapat menggunakan
peran koperasi wanita dalam penyaluran kredit mikro kepada anggota perempuan
pengusaha. Permasalahannya pihak perbankan sering tidak melihat pelaku sebagai
individu tetapi lebih kepada korporasinya. Padahal dibalik korporasi, berjalan
tidaknya kredit mikro tersebut sangat tergantung dari pelaksananya. Potensi
perempuan pengusaha dan koperasi wanita harus benarbenar dipahami oleh
perbankan agar dapat mempercayai kemampuan mereka dalam melaksanakan
pengembalian kredit mikro. Peran koperasi wanita sebagai mediasi antara
perbankan dan anggotanya, para perempuan pengusaha, menjadi sangat penting.
Koperasi wanita harus memperhatikan kedua belah pihak, kepada anggotanya yang membutuhkan
pinjaman modal usaha dan pola pinjaman yang sesuai bagi mereka, dan kepada
perbankan yang harus dipahami pola kredit dan perbedaannya dengan koperasi.
Dengan anggotanya koperasi wanita harus betul-betul memahami kondisi,
kebutuhan, permasalahan yang dihadapi.
Dengan perbankan harus mengerti pola pikir dan sistem yang
dimiliki pihak
bank agar koperasi wanita dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban
yang harus dilakukan. Sinergi antara bank, koperasi wanita dan perempuan
pengusaha akan memberikan hasil yang baik dan saling menguntungkan. Perbankan
dengan koperasi wanita dapat melakukan bisnis seperti biasa yaitu dengan memberikan
pinjaman beserta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi koperasi
wanita. Koperasi wanita sendiri dapat memberikan layanan kepada kelompok perempuan
pengusaha sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Kelompok perempuan pengusaha
mendapatkan akses permodalan dan manfaatnya. Koordinasi perlu dilakukan
pemerintah agar program-program instansi/sektor terkait dapat saling bersinergi
dan mendukung upaya penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan perempuan.
Dalam hal inidengan memberikan perhatian kepada koperasi wanita yang sangat
berpotensi dalam penyaluran kredit mikro kepada usaha perempuan. Pendataan dan monitoring
diperlukan agar keberhasilan koperasi wanita dapat diketahui lebih rinci hingga
peningkatan kesejahteraan keluarga para anggotanya.
DAFTAR PUSTAKA
Asian Development Bank, (2001). SME Constrains and Needs with
Special Focus onGender Issues, Report.
Asian Development Bank, (2002). SME Development Bank’s Technical
AssistanceSurvey, Report.
Chaganti, R., (1986). Management
in women-owned enterprises. Journal
of Small Business Management, 24 (4),: 18-29.
Cliff J. E., (1998). Does
one size fit all? Exploring between
attitudes towards growth,gender and business size. Journal of Business
Venturing. 13: 523-542.
Hamilton, L. C., (2002). “Female Entrepreneurs: Overcoming Problems and
Reacting to Challenges”.
Proceedings of the 47th International Council for Small Business World
Conference.
IFC-PENSA, (2004). Suara-Suara
Perempuan Pengusaha. Jakarta
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, (2004). Kebijakan Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP). Jakarta.
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, (2006). The BPFA-CSW Beijing Platform for Action, disampaikan pada Konferensi Perempuan Dunia,
Perserikatan Bangsa-bangsa, New York, 28 Pebruari – 10 Maret 2006.
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, (2006). Rencana Aksi Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan (PKHP). Jakarta.
Mohammad Hatta, (1957). The
Co-operative Movement in Indonesia. New York,
Cornell University Press.
Mohammad Hatta, (1987). Membangun
Koperasi dan Koperasi Membangun. Inti
Idayu Press. Jakarta.
Seputar Indonesia, (2007). Tambah Penghasilan melalui Dana Bergulir. 24
Desember 2007, halaman 4.
The Norinchukin Bank, (2003). Annual Report 2002. Tokyo.
Jepang.
Warta Koperasi, Prof DR Wagiono Ismangil, (2007). ”Pandai-Pandai Merancang Sinergi”. Pakar Manajemen dan Koperasi, Edisi 175, Februari 2007.
Warta Koperasi, Alim Muhammad, Direktur Yayasan Mitra Usaha (YMU):
“Pemerintah Cenderung Teknokratif”, Edisi 178, Mei - Juni 2007.
Watson, J. and Robinson S.. (2002). “Risk Adjusted Performance
Measures:
Comparing Male and Female controlled SME´s”. The 47th
International Council for Small Business World Conference.
Watson, J. (2002). “Size Adjusted Performance Measures. Comparing
Male and
Female Controlled SME´s.” The 47th International Council for Small
Business World Conference.
Nama Kelompok :
Dave Simanjuntak (21210703)
Fadhli Rahman Syukri (22210477)
Gita Fitriane (23210019)
I Made Wahyudi S (23210346)
Kelas; 2EB10
Nama Kelompok :
Dave Simanjuntak (21210703)
Fadhli Rahman Syukri (22210477)
Gita Fitriane (23210019)
I Made Wahyudi S (23210346)
Kelas; 2EB10
Nama saya Kasih Bambang, saya dari Indonesia, saya di sini untuk bersaksi bagaimana saya mendapat pinjaman saya selama 2% dari Ibu Cahya Kirana, dan begitu banyak percaya pada pepatah bilang, apa yang Tuhan telah merancang kita untuk berada di Rencana induk menentukan ilahi iman dan kepercayaan dalam kehidupan. Tidak ada yang terjadi untuk apa-apa, tidak ada yang terjadi secara kebetulan, ada tangan tak terlihat di affiars dari setiap hubungan dan bahwa tangan tak terlihat mendorong takdir ilahi kita, membawa kita ke tujuan. bahwa kita, dan bagaimana saya diarahkan untuk jenis hati manusia dari Tuhan. dia memang Tuhan yang dikirim kepada saya dan kehidupan keluarga saya, setelah foold dan ditipu oleh leanders pinjaman palsu di sini di internet, Allah mengarahkan saya untuk dia, tapi semua berkat Tuhan hari ini saya dan keluarga saya telah mampu untuk membersihkan utang kami dan kami memiliki sekali lagi ditemukan hapiness dalam hidup kita, sehingga saudara-saudara saya harap berhati-hati, tapi saya akan menyarankan bahwa jika Anda membutuhkan pinjaman hari menghubunginya dan saya asure Anda hapiness itu dan tersenyum pada wajah Anda akan menjadi porsi Anda semua hidup Anda Jika Anda melewati situasi keuangan, menghubunginya melalui email di cahya.creditfirm@gmail.com, Anda juga dapat menghubungi saya di Email ini ,,, kasihbambang2012@gmail.com
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut