Minggu, 16 Desember 2012

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BI-01-SS-12)



            Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (disingkat: BPMIGAS) adalah lembaga yang dibentuk Pemerintah Republic Indonesia pada tanggal 16 Juli 2002 sebagai pembina dan pengawas Kontraktor Kerja Sama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia . Dengan didirikannya lembaga ini melalui UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta PP No 42/2002 tentang BPMIGAS, masalah pengawasan dan pembinaan kegiatan Kontrak Kerja Sama yang sebelumnya dikerjakan oleh PERTAMINA selanjutnya ditangani langsung oleh BPMIGAS sebagai wakil pemerintah.
Badan ini dibubarkan Mahkamah konstitusi melalui putusannya pada 13 November 2012 karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
BP Migas dibentuk sebagai amanat UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pasal 4 ayat (3) Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23. Dalam melaksanakan amanat pasal 4 ayat (3) tersebut Pemerintah menetapkan PP No. 42 tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Adapun tugas dan fungsi Badan Pelaksana menurut ketentuan dan aturan perundang-undangan sebagai berikut :

1. UU Migas No. 22 tahun 2001 pasal 1 angka 23 disebutkan bahwa, “Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi”. Jadi dapat disimpulkan bahwa BP Migas mempunyai tugas melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang minyak dan gas bumi;

2. PP Nomor 42 tahun 2002 pasal 10 bahwa, “Badan Pelaksana mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dan dipertegas dengan pasal 11 bahwa untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Badan Pelaksana mempunyai tugas:
a. memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama;

b. melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama;

c. mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan;

d. memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf c;

e. memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;

f. melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama;

g. menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

Dari ketentuan dan aturan perundang-undangan diatas sudah jelas dapat disimpulkan bahwa secara fungsional Badan Pelaksana mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.


Wewenang
Dalam menjalankan tugas, BPMIGAS memiliki wewenang:
  • membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan operasional KKKS.
  • merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS
  • mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor KKKS
  • membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara
  • melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu



Susunan organisasi
v  Kepala BPMIGAS 
v  Wakil Kepala BPMIGAS 
v  Deputi Perencanaan 
v  Deputi Pengendalian Operasi 
v  Deputi Pengendalian Keuangan 
v  Deputi Umum 
v  Deputi Bidang Evaluasi dan Pertimbangan Hukum



Kontraktor Kontrak Kerja Sama BPMIGAS
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terdiri dari perusahaan luar dan dalam negeri, serta joint-venture antara perusahaan luar dan dalam negeri. Daftar ini selalu berkembang, mengikuti dari tender konsesi yang dilakukan oleh BP Migas setiap tahunnya.



Pembubaran BPMIGAS
Pada tanggal 13 November 2012, Mahkamah Konstitusi memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.
Putusan MK itu berawal dari pengajuan Judicial Review oleh 30 tokoh dan 12 organisasi kemasyarakatan (ormas), di antaranya Ketua Umum PP Muhammasiyah Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, Al Jamiyatul Washliyah, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan (SOJUPEK), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, dan IKADI. Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. Para tokoh itu dibantu oleh kuasa hukum Dr Syaiful Bakhri, Umar Husin, dengan saksi ahli Dr Rizal Ramli, Dr Kurtubi dan lain-lain.
Mahkamah Konstitusi menilai fungsi dan tugas Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Usaha Minyak dan Gas (BP Migas) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sebab, majelis hakim konstitusi menyatakan fungsi dan tugas BP Migas mendegradasi  penguasaan negara atas sumber daya alam.

Mahkamah Konstitusi mengatakan, BP Migas hanya berfungsi mengendalikan dan mengawasi pengelolaan migas dan tidak mengelola secara langsung. Fungsi pengelolaan migas diserahkan kepada badan usaha milik negara atau perusahaan lain melalui kontrak kerjasama. Hakim menilai fungsi ini bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 yang mengharuskan negara menguasai dan mengelola sumber daya alam bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kendati ada kontrak kerjasama ini, Mahkamah Konstitusi menilai penguasaan negara atas migas tidak efektif untuk kemakmuran rakyat. Ada tiga alasan menurut Mahkamah Konstitusi mengapa kontrak kerjasama ini tidak efektif.
Pertama, pemerintah tidak bisa secara langsung mengelola atau menunjuk perusahaan untuk mengelola  sumber migas. Kedua, setelah BP Migas meneken kontrak kerjasama, negara kehilangan kebebasan untuk mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan isi kontrak. Ketiga, negara tidak bisa memaksimalkan keuntungan untuk kemakmuran rakyat karena adanya prinsip persaingan usaha yang sehat, wajar dan transparan.
Akibat putusan ini, BP Migas tidak ada lagi. Namun, Mahkamah Konstitusi memastikan, segala hak dan kewenangan BP Migas dilimpahkan kepada pemegang kuasa pertambangan pemerintah yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
"Dengan demikian segala KKS yang telah ditandatangani antara BP Migas dan Badan usaha atau bentuk usaha tetap harus tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir atau pada masa yang lain sesuai dengan kesepakatan," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD dalam putusannya, Selasa (13/11).
Permohonan uji materil ini diajukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Laznah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia dan Persatuan Ummat Islam. Pemohon mengajukan uji materi pasal 1 angka 19 dan 23, pasal 3 huruf b, pasal 4 ayat 3, pasal 6, pasal 9, pasal 10, pasal 11 ayat 2, pasal 13 dan pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.
Pemerintah memutuskan mengeluarkan Perpres No 95/2012 untuk membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SK Migas), sebagai langkah pasca putusan Mahkamah Konsitusi tersebut.


Nama : I Made Wahyudi Subrata
NPM : 23210346
kelas : 3EB10

Referensi : www.google.com