Minggu, 18 November 2012

GREEN ECONOMY (B1-01-SS-12)

PENGERTIAN
            Apa itu Green economy? Jika di artikan secara sederhana green economy berasal dari dua kata bahasa inggris. Green artinya hijau dan economy adalah ekonomi. Jadi secara garis besar Green economy bisa diartikan sebagai ekonomi hijau (ekonomi yang ramah lingkungan).
            Menurut (UNEP; United Nations Environment Programme) dalam laporannya berjudul Towards Green Economy menyebutkan, Green Economy adalah ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Green Economy  ingin menghilangkan dampak negatif pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam.Dari definisi yang diberikan UNEP, pengertian Green Economy dalam kalimat sederhana dapat diartikan sebagai perekonomian yang rendah karbon (tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan), hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.
            Kemudian apa bedanya ekonomi hijau (green economy) dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development)?.Sebenarnya konsep green economy ialah manifestasi dari pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Green economy diharapkan dapat berperan untuk menggantikan model ekonomi “penjahat” yang boros, timpang, dan tidak ramah lingkungan. Green economy dibangun atas dasar kesadaran akan pentingnya ekosistem yang menyeimbangkan aktivitas pelaku ekonomi dengan ketersediaan sumber daya. Selain itu, pendekatan green economy dimaksudkan untuk mensinergikan tiga nilai dasar yakni: profit, people, dan planet. Pandangan ini mengimbau agar para pelaku ekonomi bukan hanya memaksimalkan keuntungan semata, tetapi juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat serta turut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan. Pada saat ini secara global tantangan yang dihadapi adalah masalah lingkungan yang diakibatkan perubahan iklim dan krisis finansial. Bumi, dengan jumlah penduduk yang mencapai 7miliar, tidak akan lagi bisa memenuhi kebutuhan semua penduduknya. Bahwa kita hidup di planet yang sudah melebihi kapasitas dalam kemampuan memberi makan penduduknya
            Ekonomi hijau diperlukan sebagai pengganti dari sistem ekonomi yang kita kenal selama ini. Alasannya, sistem ekonomi yang kita jalani sekarang terbukti merusak lingkungan. Terlihat hutan-hutan dunia yang mulai habis, begitu pula stok ikan di lautan atau kerusakan terumbu karang, atau semakin tipisnya persediaan minyak bumi yang mendasari hampir semua aktivitas ekonomi serta energi kita. Idealnya, sistem ekonomi hijau akan memastikan bahwa setiap negara, dalam upaya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk, melakukannya dengan cara yang bertanggungjawab dan melindungi lingkungan. Pada waktu yang lalu pendekatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan adalah mengupayakan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sehingga limbah yang dihasilkan menjadi lebih sedikit dan sisanya dapat didaur ulang. Pada saat ini pendekatannya menjadi berubah menjadi reimagine, redesign sebagai upaya yang prioritas, baru kita melihat reduce, reuse dan recycle disebut sebagai upaya tradisional.
            Sebagai contoh, pabrik tekstil Rohner melihat adanya kebutuhan terhadap produk ramah lingkungan sehingga mereka mencari bahan bakunya seperti ramin, wool, serat alam yang mengurangi dampak lingkungan terutama penggunaan pestisida. Selain itu Rohner juga mencari zat pewarna yang tidak toksik dan zat pewarna tersebut dipasok oleh Ciba-Geigy dan produk Rohner yang ramah lingkungan ini dinamai CLIMATEX, produk yang terurai secara alami dan ramah lingkungan.Dengan cara ini Rohner mencoba me-redesign produknya agar bisa memenuhi pengaturan di bidang lingkungan.


GREEN ECONOMY DI INDONESIA
            Pada saat ini di Indonesia khususnya sangat bertumpu pada sumber daya alam-nya baik yang tidak dapat diperbaharui maupun yang dapat diperbaharui. Sumber daya alam yang pada saat ini yang menjadi tulang-punggung perekonomian kita adalah migas, mineral dan hutan kita. Dari data-data yang kita ketahui bersama misalnya hutan di Indonesia sudah mengalami degradasi sehingga tutupan lahan di Indonesia menjadi berkurang, misalnya: Pulau Jawa tinggal 7,55%, Bali 27,23%, Sumatera 32%, Kalimantan 46,48%, Sulawesi 56,87%, Maluku 72,42% dan Papua 79,30%. Sedangkan minyak bumi ketersediaannya juga terbatas demikian juga batubara. Pengelolaan sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan telah menyebabkan terjadinya berbagai bencana lingkungan antara lain banjir, longsor, kenaikan temperatur, perubahan iklim, badai, cuaca yang tidak dapat diprediksi secara baik sehingga menimbulkan sulitnya melaksanakan program pengentasan kemiskinan yang utama pada petani dan nelayan. Dari data studi KLH tentang adaptasi menunjukkan musim tanam bergeser dari bulan November menjadi bulan Januari dan Februari. Belum lagi karena gelombang pasang yang sangat tinggi maka nelayan kita yang kapalnya sangat kecil tidak dapat melaut. Selain itu juga terjadi tekanan terhadap alih fungsi hutan, bahkan karena nilai ekonomi suatu komoditi maka banyak aktifitas ekonomi yang melanggar peraturan perundangan misalnya.kawasan lindung seperti tidak boleh bercocok tanam di kawasan lindung dengan kemiringan >40%, tetapi di Pegunungan Dieng dan Lembang, petani menanam kentang tapi akibatnya petani setelah mengalami booming uang hasil panen hanya dinikmati-nya selama 5 tahun dan setelah itu terjadi penambahan pupuk karena humusnya hilang karena erosi dan juga terjadi berbagai bencana kekeringan dan longsor. Perubahan iklim juga memerlukan bibit tanaman khususnya padi yang tahan terhadap badai dan banjir kalau tidak akan terjadi gagal panen.
            Selain terjadinya kerusakan lingkungan juga terjadi pencemaran lingkungan baik air, udara dan laut kita. Dari data Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) tahun 2007, status mutu air 33 sungai pada 30 provinsi di Indonesia sudah tercemar dengan kisaran ringan-berat bila dibandingkan mutu air sungai kelas I dan II. Padahal kita ketahui bersama air merupakan unsur utama dalam kehidupan manusia, dan dengan perubahan iklim ini bisa terjadi kelangkaan air. Berbagai peraturan perundangan diterbitkan untuk mencegah terjadinya pencemaran, kerusakan lingkungan serta memacu terjadinya perubahan iklim tetapi tanggapan pebisnis kita selalu negatif. Padahal berbagai peraturan tersebut dapat dijadikan peluang, misalnya PT. Astra karena memenuhi standar EURO II mendapatkan kepercayaan dari Toyota untuk ekspor ke negara lainnya. Peluang lain yang diambil oleh 100 perusahaan Indonesia adalah dengan carbon trading melalui program Clean Development Mechanism (CDM)  sesuai Kyoto Protocol.
            Pada umumnya kita melihat krisis finansial dipisahkan dari upaya perbaikan kualitas lingkungan, bahkan seringkali uapaya perbaikan lingkungan dikorbankan hanya untuk perbaikan ekonomi. Padahal kita sudah mengalami berbagai bencana karena eksploitasi lingkungan yang jor-jor an. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kejadian bencana di Indonesia dalam periode 2003-2005 saja terjadi 1429 kejadian bencana. Sekitar 53,3% adalah bencana yang terkait dengan hidro-meteorologi (sumber Bakornas PB dan Bappenas 2006). Banjir adalah bencana yang paling sering terjadi (34%) diikuti oleh longsor (16%). Menurut UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap bencana yang terkait dengan iklim. Adapun kerugian ekonomi data dari World Bank (2006) menyebutkan bahwa kerugian global akibat perubahan iklim mencapai US$ 4,3 triliun. Kerugian ini akan menjadi beban tanggungan negara-negara berkembang dan miskin yang relatif memiliki keterbatasan kemampuan adaptasi akibat keterbatasan modal dsan teknologi. Bila negara maju ingin membantu negara berkembang dan miskin, maka dana yang terkumpul hanya US$ 500 milyar.
            Negara-negara seperti Korea Selatan, Bangladesh, Srilanka, Cina, USA, Jerman, Inggris yang sudah melaksanakan green economy dengan membuat kebijakan fiskal dan alokasi dana yang lebih besar untuk program-program adaptasi dan mitigasi. Pada saat ini Indonesia memberikan dana stimulan yang terbesar pada kegiatan infrastruktur, padahal Amerika dan negara-negara tersebut diatas mengalokasikan dana stimulan untuk pembangunan ekonomi rendah karbon antara lain untuk energi efisiensi, membangun energi terbaharukan, mengembangkan otomotif industri rendah karbon dimana dengan cara ini juga membuat lapangan kerja baru. Di Indonesia juga dengan mendorong pelaksanaan program CDM, dan dengan adanya UU Persampahan dimana pembuangan sampah yang ”open dumping” harus berubah menjadi landfill sudah dimulai dilakukannya. Landfill dan upaya pembakaran gas metan bahkan ada yang dijadikan listrik. Selain itu, industri kelapa sawit menggunakan limbah cangkangnya menjadi bahan bakar bahkan bisa juga diproduksi listrik. Dan juga di gedung-gedung dilakukan energi efisiensi dapat menghemat biaya listrik sampai 20%, bahkan bisa lebih besar bila adanya penggantian bahan perusak ozon pada chiller akan menambah effisiensinya menjadi 40%. Bila kita melihat potensi CDM di Indonesia dari sektor energi sebesar 125 juta ton CO2, sektor kehutan 140 juta ton CO2, totalnya adalah 265 juta CO2. Belum lagi bilamana kita berani mengembangkan REDD sebagai alternatif devisa negara dari sektor kehutanan.
            Beberapa propinsi sudah melakukan beberapa aktifitas yang mengarah kepada green economy seperti DI Yogyakarta melakukan efisiensi energi listrik (lampu jalan), maka Pemda Yogyakarta bisa menyimpan biaya listrik sebesar 35 – 47%. Dana yang bisa disimpan ini digunakan untuk investasi energi terbaharukan yang dipakai oleh masyarakat yang tidak dapat  listrik dari PLN. Semua aktifitas ini juga membuka lapangan pekerjaan baru misalnya pemasangan dan pemeliharaan energi terbaharukan. Pada kegiatan pertanian lainnya misalnya untuk pemeliharaan sapi, maka kotoran sapi yang mencemari lingkungan dan menghasilkan gas metan (GRK), dapat diambil gas metan dan dijadikan listrik. Demikian juga pada kegiatan adaptasi dengan adanya Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Sumur Resapan, maka anak-anak jalanan mendapatkan upah sebesar Rp 5000,- per lubang jadi bila sehari bisa membuat lubang sebanyak 5 buah maka anak jalanan mendapat upah >US$ 2,5.
            Pada kegiatan industri yang dilakukan adalah mencari alternatif energi, upaya yang dilakukan nya adalah melaksanakan CSR-nya dengan menanam pada lokasi bekas tambang tanaman produktif untuk petani penggarap dan jathropa untuk perusahaan semen sebagai energi alternatif. Selain itu melakukan bantuan pada pengelolaan sampah yang dijadikan kompos sebagai pupuk untuk petani dan bahan bakar alternatif untuk industri semen-nya. Pendekatan CSR seperti ini juga dilakukan oleh Coca Cola dimana perusahaan ini sangat aktif dalam program  lingkungan untuk konservasi air. Pendekatan ini dianjurkan juga agar dilaksankan oleh semua industri, yaitu mengaitkan kepentingan bisnis dan upaya perlindungan lingkungan.
            Dengan uraian tersebut diatas kita Indonesia bisa melaksanakan green economy dengan merubah cara pandang kiat mengeksploitasi sumber daya alam sebelumnya yaitu eksploitasi sumber daya alam misalnya dari sektor kehutanan, migas, tambang, pertanian, perikanan dan pengembangan industri menuju pada:
Pemanfaatan sumber daya alam dengan prisip pembangunan berkelanjutan
  1. Kehutanan untuk pelayanan lingkungan : CDM, Carbon Trade, REDD, Eco Tourism, Keanekaragaman Hayati dan Pembagian Hasil
  2. Efisiensi Energi (biaya rendah)
  3. Energi Terbarukan : waste for energy, biomass, biogas, solar cell, mass transportation, organic for agriculture
  4. Kepariwisataan
Adapun kegiatan untuk adaptasi yang utama yang bisa dilakukan serta sekaligus memberikan lapangan pekerjaan adalah program yang dilakukan secara komprehensif untuk rehabilitasi lingkungan seperti tersebut di bawah ini;
  1. Reforestrasi dengan partisipasi masyarakat
  2. Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai
  3. Pembuatan sumur resapan/biopori
  4. Situ,kolam dan rehabilitasi Danau
  5. Rehabilatasi lahan kritis
Kegiatan tersebut juga berdampak pada uapaya pencegahan bencana lingkungan serta membantu upaya pelaksanaan program pertanian dan sektor ekonomi lainnya.
Dari uraian tersebut sudah saatnya kita merubah paradigma kita dengan melihat masalah lingkungan bukanlah untuk dihindari tapi dijadikan peluang untuk pembangunan ekonomi Indonesia menghadapi krisis finansial.


GREEN ECONOMY DAN LAPANGAN PEKERJAAN
           
            Indonesia bisa menciptakan jutaan lapangan pekerjaan melalui investasi green economy. Investasi green economy adalah aktifitas perusahaan yang bisa mengurangi dampak kerusakan lingkungan.
            Dalam laporan Green and Decent Job yang dirilis International Trade Union Confederation (ITUC), Indonesia menempati urutan ketiga negara paling potensial menciptakan lapangan kerja di bidang green economy, setelah Amerika Serikat (AS) dan Brazil.  Laporan yang menyoroti potensi lapangan kerja di 12 negara tersebut menyebutkan, jika Indonesia melakukan investasi 2 persen dari pendapatan negara untuk green economy, maka dalam lima tahun ke depan, Indonesia bisa menciptakan 4,4-6,3 juta lapangan kerja baru.
Berikut beberapa pernyataan dari sekjen ITUC di Jakarta (10 Mei 2012) :
"Dua persen dari pendapatan negara itu tidak harus dikeluarkan dari pemerintah, bisa dari swasta. Pemerintah bisa memfasilitasi regulasi dan insentif pajak," ujar Sekretaris Jenderal ITUC, Sharan Burrow, di Jakarta.
            Menurut dia, investasi yang masuk kategori green economy adalah aktifitas perusahaan yang bisa mengurangi dampak kerusakan lingkungan seperti pembuatan solar panel, turbin tenaga angin, konstruksi retrofitting, atau transportasi massal yang mengurangi polusi.
"Dari sektor transportasi Jakarta misalnya, kami perkirakan untuk tiap US$1 juta yang dihabiskan bisa tercipta 656 pekerjaan," ujar Sharan.
            Secara global, jika setiap negara menginvestasikan 2 persen dari pendapatannya setiap tahun, maka selama lima tahun berturut-turut diperkirakan tercipta 48 juta lapangan pekerjaan baru.

"Ini akan menjawab dua kebutuhan sekaligus, yaitu kebutuhan akan pekerjaan dan kebutuhan untuk melestarikan lingkungan," ujar Sharan.
Anggota komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan, perlu dilihat apakah investasi green economy menguntungkan kaum buruh.
"Daerah-daerah kantong TKI itu rata-rata luar biasa subur dan punya banyak sumber daya alam, tetapi penduduknya miskin karena keuntungan bukan untuk mereka," katanya.

So…mari kita dukung sepenuhnya program green economy di Indonesia 


Nama : I MadeWahyudi Subrata
NPM : 23210346
Kelas : 3EB10

Refrensi : www.google.com

1 komentar:

  1. thanks infonya gan, sangat bermanfaat. saya jadiin referensi ya

    BalasHapus