Dari sisi ekonomi, musibah banjir mengakibatkan matinya aktivitas ekonomi Jakarta dan sekaligus menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi Jakarta.
Musibah
banjir lagi-lagi menyapa penduduk ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta.
Musibah banjir yang terjadi pada awal bulan kemarin merupakan musibah
banjir yang sangat besar. Sungguh ironis memang, bukan harta benda yang hilang, bahkan nyawa manusia pun
melayang dengan sia-sia. Dari sisi ekonomi, musibah banjir juga mengakibatkan
matinya aktivitas ekonomi Jakarta. Aktivitas perdagangan yang bisa mencapai
miliaran rupiah dalam sehari, khususnya di daerah pusat perbelanjaan, tiba-tiba
hanyut seketika terbawa arus air yang sangat hebat. Sarana dan prasarana publik
maupun swasta rusak akibat terpaan air.
Di negara
manapun atau di kota manapun di dunia, hujan tetaplah hujan, sama sekali tidak
selalu menimbulkan banjir. Hal yang berbeda terjadi di Jakarta, apabila hujan
datang, banjir selalu mengancam. Dengan adanya musibah banjir yang selalu
terjadi hampir setiap tahun, seharusnya pemerintah lewat Pemda DKI Jakarta,
sudah menyiapkan langkah atau program antisipasi bencana banjir sejak dini.
Pengalaman banjir seharusnya menjadi pelajaran berharga dan menjadi bahan
introspeksi untuk menciptakan DKI Jakarta yang bebas dari musibah banjir.
Dampak
Ekonomi
Mengamati
sering terjadinya musibah banjir di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta, ada
baiknya kita melihat dampak ekonomi akibat bencana yang seringkali terjadi di
Indonesia. Thomas Robert Malthus (1766-1834) merupakan salah satu ahli ekonomi
klasik yang populer akibat ramalannya yang mengatakan bahwa di masa depan
kehidupan akan diwarnai oleh kekurangan pangan atau ketimpangan ekonomi.
Hal
tersebut didasari oleh pernyataan Malthus, penduduk berkembang dengan laju
seperti deret ukur sementara produksi pangan hanya berkembang mengikuti deret
hitung. Malthus juga dikenal sebagai ahli ekonomi yang pesimis karena menurut
perspektifnya mengenai kelangkaan disebabkan karena adanya non-renewable
resources limit.
Ramalan
Malthus pada hakekatnya muncul akibat tiga hal, yaitu: pertama, Inggris yang
sebelum tahun 1799 mengalami swasembada dalam pangan, mulai tahun 1799 justru
mengimpor pangan, sehingga harga pangan di Inggris meningkat sejak tahun 1799.
Kedua, dalam masa hidupnya, Malthus mengamati peningkatan jumlah kemiskinan
pada kelompok masyarakat yang memiliki pendapatan rendah, dan ketiga, Malthus
terkesan pada ide tokoh anarkisme, William Goldwin, yang mengatakan bahwa
karakter manusia bukan merupakan hasil turunan melainkan karena pengaruh
lingkungan.
Pada
dasarnya, Malthus berfokus pada masalah ketimpangan. Ketimpangan disini
diartikan sebagai ketidakstabilan dalam ekonomi, khususnya dalam masalah
distribusi pendapatan Dalam kasus Jakarta, musibah banjir yang hampir terjadi
setiap tahun dan mencapai puncaknya setiap 5 tahun sekali, dalam sudut pandang
ekonomi, dapat menghambat sekaligus memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
Jakarta. Betapa tidak, setiap terjadi musibah banjir di Jakarta, banyak sekali
sarana dan prasarana publik dan swasta yang rusak sehingga roda perekonomian di
ibukota terganggu. Sebaliknya, empati yang ditunjukkan oleh masyarakat
Indonesia maupun dunia internasional dalam bentuk bantuan uang maupun barang
dan jasa dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Jakarta.
Secara
logika, masuknya uang dari luar Jakarta tersebut merupakan capital inflow
tersendiri bagi propinsi DKI Jakarta. Secara ilmu ekonomi, masuknya bantuan
berupa uang, barang, dan jasa dari luar Jakarta merupakan penerimaan bagi Pemda
DKI Jakarta. Berdasarkan hal tersebut, neraca keuangan propinsi DKI Jakarta
akan mengalami surplus, khususnya dari sisi penerimaan (bantuan dan hibah).
Selain itu, akibat adanya musibah banjir di Jakarta yang seringkali merenggut
korban jiwa, secara otomatis dapat mengurangi populasi penduduk Jakarta.
Penurunan jumlah penduduk Jakarta merupakan salah satu stimulus bagi
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi karena dengan menurunnya jumlah penduduk,
secara tidak langsung, akan meningkatkan pendapatan perkapita propinsi yang
bersangkutan.
Jika
dilihat dalam jangka pendek, memang musibah banjir merupakan salah satu faktor
penghambat pembangunan ekonomi. Hal ini bisa dilihat dari rusaknya
gedung-gedung perkantoran, pabrik, pusat perbelanjaan, dan unit-unit kegiatan
ekonomi lainnya, sehingga berimplikasi pada matinya kegiatan ekonomi dalam
jangka pendek. Akan tetapi dalam jangka panjang, musibah banjir dapat menjadi
salah satu stimulus bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Jakarta. Hal ini
cukup beralasan jika, pertama, banyaknya aliran bantuan uang, barang, dan jasa
yang masuk ke propinsi yang mengalami musibah, kedua, banyaknya korban jiwa
yang berimplikasi langsung pada penurunan jumlah penduduk secara signifikan di
propinsi yang mengalami musibah. Berdasarkan alasan tersebut, maka DKI Jakarta,
yang sering mengalami musibah banjir, akan menjadi propinsi yang dapat
mengalami pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Namun, hal-hal
tersebut di atas akan terwujud jika tidak terjadi distorsi dalam proses
penyaluran dan penggunaan bantuan bagi masyarakat yang tertimpa musibah.
Musibah
banjir memang bukan suatu hal yang kita inginkan karena begitu banyak kepedihan
dan duka didalamnya. Akan tetapi, musibah banjir di Jakarta dapat menjadi salah
satu stimulus bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu propinsi. Bantuan
berupa uang, barang, dan jasa dari luar Jakarta dan luar Indonesia, serta
penurunan jumlah penduduk yang cukup signifikan merupakan beberapa faktor yang
dapat mendukung pertumbuhan ekonomi suatu propinsi. Malthus menawarkan cara
untuk mengatasi terjadinya ketimpangan ekonomi dengan hal-hal yang tidak
alamiah, seperti peperangan dan penyebaran penyakit yang mematikan. Sebaliknya,
musibah banjir di Jakarta merupakan hal yang alamiah dalam mengatasi terjadinya
ketimpangan ekonomi. Secara logis, fenomena yang alamiah lebih baik
dibandingkan fenomena yang tidak alamiah. Namun, lebih baik lagi jika
ketimpangan ekonomi tidak diatasi dengan peperangan, penyebaran penyakit, atau
musibah banjir, melainkan dengan kebijakan-kebijakan yang mampu mengakomodir
semua kepentingan dan mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat (social
welfare), khususnya masyarakat ibukota DKI Jakarta.
Refrensi :
Nama : I Made Wahyudi Subrata
NPM : 23210346
Kelas : 3EB10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar