Jumat, 08 Februari 2013

Ekonomi Jakarta pasca banjir (BI-01-SS-13)




          Dari sisi ekonomi, musibah banjir mengakibatkan matinya aktivitas ekonomi Jakarta dan sekaligus menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi Jakarta.
Musibah banjir lagi-lagi menyapa penduduk ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta. 
Musibah banjir yang terjadi pada awal bulan kemarin merupakan musibah banjir yang sangat besar. Sungguh ironis memang, bukan harta benda yang hilang, bahkan nyawa manusia pun melayang dengan sia-sia. Dari sisi ekonomi, musibah banjir juga mengakibatkan matinya aktivitas ekonomi Jakarta. Aktivitas perdagangan yang bisa mencapai miliaran rupiah dalam sehari, khususnya di daerah pusat perbelanjaan, tiba-tiba hanyut seketika terbawa arus air yang sangat hebat. Sarana dan prasarana publik maupun swasta rusak akibat terpaan air.
          Di negara manapun atau di kota manapun di dunia, hujan tetaplah hujan, sama sekali tidak selalu menimbulkan banjir. Hal yang berbeda terjadi di Jakarta, apabila hujan datang, banjir selalu mengancam. Dengan adanya musibah banjir yang selalu terjadi hampir setiap tahun, seharusnya pemerintah lewat Pemda DKI Jakarta, sudah menyiapkan langkah atau program antisipasi bencana banjir sejak dini. Pengalaman banjir seharusnya menjadi pelajaran berharga dan menjadi bahan introspeksi untuk menciptakan DKI Jakarta yang bebas dari musibah banjir.


Dampak Ekonomi

          Mengamati sering terjadinya musibah banjir di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta, ada baiknya kita melihat dampak ekonomi akibat bencana yang seringkali terjadi di Indonesia. Thomas Robert Malthus (1766-1834) merupakan salah satu ahli ekonomi klasik yang populer akibat ramalannya yang mengatakan bahwa di masa depan kehidupan akan diwarnai oleh kekurangan pangan atau ketimpangan ekonomi. 
Hal tersebut didasari oleh pernyataan Malthus, penduduk berkembang dengan laju seperti deret ukur sementara produksi pangan hanya berkembang mengikuti deret hitung. Malthus juga dikenal sebagai ahli ekonomi yang pesimis karena menurut perspektifnya mengenai kelangkaan disebabkan karena adanya non-renewable resources limit.

          Ramalan Malthus pada hakekatnya muncul akibat tiga hal, yaitu: pertama, Inggris yang sebelum tahun 1799 mengalami swasembada dalam pangan, mulai tahun 1799 justru mengimpor pangan, sehingga harga pangan di Inggris meningkat sejak tahun 1799. Kedua, dalam masa hidupnya, Malthus mengamati peningkatan jumlah kemiskinan pada kelompok masyarakat yang memiliki pendapatan rendah, dan ketiga, Malthus terkesan pada ide tokoh anarkisme, William Goldwin, yang mengatakan bahwa karakter manusia bukan merupakan hasil turunan melainkan karena pengaruh lingkungan.

           Pada dasarnya, Malthus berfokus pada masalah ketimpangan. Ketimpangan disini diartikan sebagai ketidakstabilan dalam ekonomi, khususnya dalam masalah distribusi pendapatan Dalam kasus Jakarta, musibah banjir yang hampir terjadi setiap tahun dan mencapai puncaknya setiap 5 tahun sekali, dalam sudut pandang ekonomi, dapat menghambat sekaligus memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Jakarta. Betapa tidak, setiap terjadi musibah banjir di Jakarta, banyak sekali sarana dan prasarana publik dan swasta yang rusak sehingga roda perekonomian di ibukota terganggu. Sebaliknya, empati yang ditunjukkan oleh masyarakat Indonesia maupun dunia internasional dalam bentuk bantuan uang maupun barang dan jasa dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Jakarta.

           Secara logika, masuknya uang dari luar Jakarta tersebut merupakan capital inflow tersendiri bagi propinsi DKI Jakarta. Secara ilmu ekonomi, masuknya bantuan berupa uang, barang, dan jasa dari luar Jakarta merupakan penerimaan bagi Pemda DKI Jakarta. Berdasarkan hal tersebut, neraca keuangan propinsi DKI Jakarta akan mengalami surplus, khususnya dari sisi penerimaan (bantuan dan hibah). Selain itu, akibat adanya musibah banjir di Jakarta yang seringkali merenggut korban jiwa, secara otomatis dapat mengurangi populasi penduduk Jakarta. Penurunan jumlah penduduk Jakarta merupakan salah satu stimulus bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi karena dengan menurunnya jumlah penduduk, secara tidak langsung, akan meningkatkan pendapatan perkapita propinsi yang bersangkutan.

          Jika dilihat dalam jangka pendek, memang musibah banjir merupakan salah satu faktor penghambat pembangunan ekonomi. Hal ini bisa dilihat dari rusaknya gedung-gedung perkantoran, pabrik, pusat perbelanjaan, dan unit-unit kegiatan ekonomi lainnya, sehingga berimplikasi pada matinya kegiatan ekonomi dalam jangka pendek. Akan tetapi dalam jangka panjang, musibah banjir dapat menjadi salah satu stimulus bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Jakarta. Hal ini cukup beralasan jika, pertama, banyaknya aliran bantuan uang, barang, dan jasa yang masuk ke propinsi yang mengalami musibah, kedua, banyaknya korban jiwa yang berimplikasi langsung pada penurunan jumlah penduduk secara signifikan di propinsi yang mengalami musibah. Berdasarkan alasan tersebut, maka DKI Jakarta, yang sering mengalami musibah banjir, akan menjadi propinsi yang dapat mengalami pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Namun, hal-hal tersebut di atas akan terwujud jika tidak terjadi distorsi dalam proses penyaluran dan penggunaan bantuan bagi masyarakat yang tertimpa musibah.

           Musibah banjir memang bukan suatu hal yang kita inginkan karena begitu banyak kepedihan dan duka didalamnya. Akan tetapi, musibah banjir di Jakarta dapat menjadi salah satu stimulus bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu propinsi. Bantuan berupa uang, barang, dan jasa dari luar Jakarta dan luar Indonesia, serta penurunan jumlah penduduk yang cukup signifikan merupakan beberapa faktor yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi suatu propinsi. Malthus menawarkan cara untuk mengatasi terjadinya ketimpangan ekonomi dengan hal-hal yang tidak alamiah, seperti peperangan dan penyebaran penyakit yang mematikan. Sebaliknya, musibah banjir di Jakarta merupakan hal yang alamiah dalam mengatasi terjadinya ketimpangan ekonomi. Secara logis, fenomena yang alamiah lebih baik dibandingkan fenomena yang tidak alamiah. Namun, lebih baik lagi jika ketimpangan ekonomi tidak diatasi dengan peperangan, penyebaran penyakit, atau musibah banjir, melainkan dengan kebijakan-kebijakan yang mampu mengakomodir semua kepentingan dan mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat (social welfare), khususnya masyarakat ibukota DKI Jakarta.



Refrensi :



Nama : I Made Wahyudi Subrata
NPM : 23210346
Kelas : 3EB10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar