Rabu, 02 Januari 2013

Polemik Kunjungan Kerja Anggota DPRD (BI-01-SS-12)

            Belakangan ini ramai digugat  soal kunjungan kerja Angota DPR  keluar negeri.  Dianggap tidak serius, karena lebih banyak jalan jalannya serta menghabiskan anggaran yang sangat besar.   Kunjungan kerja yang terakhir anggota DPR adalah ke Denmark.  Dikabarkan kunjungan kerja ini bertujuan  untuk melakukan studi banding tentang Logo Palang Merah Indonesia yang segera akan diganti/disesuaikan berkaitan dengan akan lahirnya Undang Undang yang baru.  Akan tetapi seorang warga Indonesia memergoki Anggota DPR saat berwisata di atas boat di sebuah canal di Copenhagen.  Inilah yang menjadi biang keributan, karena bukan kunjungan kerja yang dianggap utama, tapi wisatanya  dengan menghabiskan dana (uang rakyat) yang sangat besar sekitar Rp 1.300.000.000,.
            Lalu Ketua DPR  Marzuki Alie pun membela para anggota DPR yang berkunjung, karena wisata tersebut dilakukan setelah kunjungan kerja.  “Wisata satu hari setelah kerja 4-5 hari kan biasa”, kata Marjuki Alie tanpa sedikitpun perasaan bersalah.
 “Kunjungan kerja dengan biaya yang sangat besar namun aspek wisatanya yang lebih banyak”, ini salah satu gugatan yang disampaikan kepada DPR.   Saya pribadi lebih menyoroti bukan dua aspek itu.  Karena seperti pembelaan Marzuki Alie, memang ada benarnya juga.Yang lebih penting disorot kalau menurut saya adalah mekanisme pembelajaran  yang dilakukan.  Bagaimana caranya agar  studi  banding atau kunjungan kerja itu benar benar efektif.  Saya kira adalah hal yang lebih substansial untuk disorot. Jika penentuan bidang yang dipelajari, cara untuk mempelajari dan membandingkannya, dan selanjutnya mensintesa suatu hal yang baru untuk konteks Indonesia lebih diutamakan oleh Anggota DPR atau lembaga lain  dalam melakukan studi banding maka tidak akan ada ribut ribut.   Kalau ada biaya, dan ada aspek jalan jalannya yah itu sudah konskwensi dari studi banding ke negara yang lebih maju.   Tidak mungkin dielakkan, dan tidak mungkin juga dihentikan.  Karena semua manusia mempunyai dorongan untuk pergi ke tempat yang baru, yang lebih maju dan lebih modern.
            Ada aspek positif dengan melakukan kunjungan kerja atau studi banding, dimana anggota DPR membutkikan diri terbuka dengan hal hal yang baru.   Bersedia membuka pikiran dan mau menerima pembelajaran dari negara maju harus diutamakan saat melakukan kunjungan kerja.  Kalau hal ini dipraktekkan anggota DPR setiap kali melakukan kunjungan kerja, saya yakin rakyat akan memahami dan menyetujuinya.  Namun kalau pikiran tertutup, kunjungan kerja hanya alasan  untuk bisa berjalan jalan ke luar negeri dengan dibiayai oleh Pemerintah yang menarik pajak dari rakyat, maka hal ini tentu naif sekali.
Pemilihan topik pembelajaran serta penentuan negara yang dijadikan untuk objek studi banding sebaiknya  dipikirkan dengan cermat.  Kalau bisa ditemukan  subjek pembelajaran yang akan dilakukan dalam kunjungan kerja, dan dengan cepat diimplementasikan melalui keluarnya Undang Undang yang lebih mengutamakan kepentingan Rakyat, maka kunjungan kerja ini tentu direstui dan dibanggakan oleh rakyat meskipun anggarannya cukup besar dan jalan-jalannya tetap ada.  Kedepan metode seperti inilah yang lebih kita harapkan dilakukan oleh anggota DPR.
Satu hal yang sangat mendesak  dipelajari  oleh DPR dengan melakukan kunjungan kerja adalah  berkaitan dengan kehidupan beragama.    Seperti kasus Sampang, mengapa itu terjadi di Indonesia mengapa di negara lain tidak terjadi.  Tentukan ada negara yang mempunyai  penduduk yang berlaliran Sunny dan Siah di dunia ini yang bisa hidup dengan damai. Mengapa mereka bisa damai?   Apa yang mereka lakukan?  Jika Anggota DPR dapat dengan tepat dan cepat mempelajarinya  dan mampu membuat  sintesa baru untuk dipakai mengatasi permasalahan di  Indonesia,  ini kan sangat bermanfaat dan positif?

                Namun jika dilihat dari fakta yang ditemukan oleh sejumlah anggota Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Jerman yang menyaksikan kegiatan para anggota Dewan selama di Jerman, termasuk rapat dengan DIN memang agak sedikit miris. Akun PPIBerlinPers mengunggah rapat yang berlangsung terlihat sangat kaku tersebut ke situs YouTube pada Rabu, 21 November 2012. Lihat videonya di bawah.

Tayangan berjudul [PPI Berlin] Fakta Kunker Baleg DPR-RI ke DIN (Deutsches Institut für Nörmung) itu berdurasi 16 menit. Dalam tayangan tersebut, PPI "menyambut" rombongan anggota Dewan yang hendak rapat dengan DIN.

Ilustrasi teks di tayangan itu menyebutkan rapat sangat terlihat tidak dikoordinasi dengan baik. Buktinya, rapat menunjuk penerjemah secara mendadak. "Kami juga harus ikut sedikit membantu menjadi penerjemah."

Video juga dilengkapi keterangan dari PPI sebagai berikut:

Hasil Investigasi PPI Berlin mengenai Kunker Anggota DPR-RI ke Berlin mengenai RUU Keinsinyuran 19 November 2012
Sebagai kegiatan lanjutan dari surat pernyataan penolakan terhadap kunjungan kerja Baleg DPR mengenai RUU Keinsinyuran, maka dibentuklah tim pencari fakta untuk mengetahui apa saja yang dilakukan anggota DPR selama di Berlin.

1. Pada hari Minggu, kami mendapat informasi bahwa anggota DPR telah tiba di Berlin pada Minggu pagi dan informasi lain mengatakan bahwa hari Senin, agenda mereka adalah rapat di DIN (Deutsches Institut für Nörmung) pada jam 10.00


2. Tim yang melakukan investigasi pada hari Senin, 19 November 2012 berjumlah sekitar 12 orang. Beberapa orang dari tim standby di DIN pukul 09.45 pagi dan beberapa orang stand by di tempat lain.


3. Pukul 10.00 pagi, ternyata benar anggota DPR yang berjumlah 8 orang laki-laki dan 1 orang perempuan tiba di DIN dengan menggunakan bus dan didampingi beberapa orang dari pihak KBRI. Berkat lobi ke pihak DIN pada Hari sebelumnya, beberapa orang perwakilan mahasiswa diperbolehkan masuk dan ikut mendengarkan dalam diskusi atas undangan dari DIN.

4. Sekitar pukul 11.45 datang terlambat 2 orang anggota DPR lagi, 1 orang laki2 dan 1 perempuan dengan membawa koper.


5. Sekitar pukul 12.10, rapat telah selesai dan mereka semua keluar dari DIN dan langsung berangkat dengan bus.


6. Kami mengikuti bus tersebut, ternyata mereka menuju restoran Hafis di sekitar Turmstrasse. Setelah itu tim meninggalkan tempat dan makan siang di kantin Technische Universität Berlin.


7. Sekitar jam 14.30 kami mencoba kembali ke restoran tersebut, secara kebetulan ternyata mereka juga baru keluar dari restoran. Kami mengikuti mereka yang ternyata menuju KBRI. Setelah itu kami tidak mengikuti mereka lagi. Menurut info mereka kembali ke hotel dan dilanjutkan makan malam.


8. Berikut poin-poin yang didapat dari teman-teman yang masuk mengikuti jalannya rapat di DIN :

a. Sebagian dari mereka kurang menguasai bahasa Inggris sehingga pada saat rapat berlangsung mereka meminta translator kepada pihak KBRI yang dikoordinasikan secara mendadak. Artinya pertemuan ini tidak dipersiapkan dengan baik. Padahal, jika memang translator dibutuhkan, harus dikoordinasikan lebih dahulu dan translator juga sebaiknya menguasai bidang dan bahan.

b. Mereka datang dengan tujuan membuat RUU tentang Keinsinyuran, sedangkan DIN mengurusi tentang standarisasi produk di Jerman dan DIN juga bukan lembaga negara atau pemerintahan. Jadi, bisa dibilang kunjungan ke DIN ini salah alamat.

c. Informasi yang didiskusikan adalah informasi yang umum seperti:
· Mengenai aktivitas DIN di Jerman dan Eropa, sejarah terbentuknya DIN
· Prosedur kerja di DIN dan hubungannya dengan kebijakan pemerintah Jerman, terutama di dalam bidang sains dan teknologi.
· Anggota DPR menanyakan mengenai kapasitas DIN sebagai salah satu tolak ukur parameter kebijakan di bidang teknik.
· Kunjungan ke DIN tidak berhubungan langsung dengan RUU Keinsinyuran karena DIN tidak mengatur profesi/individu dari insinyur itu sendiri, melainkan menstandarkan produk dan proses dari berbagai bidang keteknikan di Jerman.
· DPR menanyakan apakah ada hukuman yang didasari oleh legislasi kepada pihak tertentu untuk project yang failure/gagal di bidang keteknikan (contoh: di bidang konstruksi, K3). Hal ini tidak bisa dijawab dengan mudah dan bukan kapasitas dari DIN untuk menjawab karena banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan suatu proyek. Selain itu, dalam kerangka kebijakan, sanksi untuk kegagalan proyek bukanlah sesuatu yang bisa didesain dengan absolut.

Dari pembicaraan tersebut, kami menganggap bahwa, kalau hanya informasi seperti ini saja bisa didapat cukup dengan mengakses website, email, webminar, atau hanya bisa dengan mengirimkan 1 tau 2 orang saja, tidak perlu sampai belasan orang.

d. Terlihat kurangnya persiapan karena di awal pihak DIN sempat mengutarakan permintaan maaf atas persiapan yang seadanya karena waktu yang sempit.


9. Dari pertemuan di DIN, bisa disimpulkan bahwa anggota DPR tidak menguasai bahan secara mendalam. Seharusnya ada baiknya untuk RUU Keinsinyuran ini dibuat dulu draftnya, kemudian disebarkan kepada stakeholder/publik untuk di-review.


10. Pertemuan DIN bisa dibilang salah alamat karena DIN itu lembaga yang untuk standarisasi "produk" bukan profesi seperti yang menjadi agenda utama Anggota DPR.

Menurut kabar yang kami terima, pada hari Selasa, 20 November 2012 datang juga anggota DPR-RI dari Komisi IX dalam rangka studi banding untuk UU OJK (Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan). Namun, sayangnya kami tidak berhasil melacak mereka.

Nama : I Made Wahyudi Subrata
NPM : 23210346
Kelas : 3 EB 10

Refrensi :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar